Oleh: Tubagus Saptani, S.E., M.E
(Pemuda Banten dan pemerhati sosial politik)
MK mengeluarkan keputusan no 60 yang sangat mencerahkan demokrasi Bangsa kita. Poin penting dari keputusan MK tersebut adalah tentang ambang batas pencalonan oleh Partai Politik dan memperbolehkan Partai Politik yang ikut pemilu bisa mencalonkan dalam pilkada meskipun tidak mendapatkan Kursi di DPRD.
Tentu saja keputusan MK ini sangat mengejutkan dan sekaligus memberikan peluang kepada partai politik yang tersandera oleh UU Pilkada tentang keharusan 20 hingga 25 persen kursi yang harus diraih. Sehingga bagi partai politik yang sudah menggadang-gadang Paslon dengan pola melawan kotak kosong nyaris gigit jari dengan keputusan MK tersebut.
Wajar saja kita melihat respon cepat yang diperlihatkan oleh Baleg DPR yang super cepat membahas UU Pilkada sekaligus berupaya keras menganulir keputusan MK. Sikap Baleg DPR ini bisa kita lihat sebagai kekalutan berfikir karena skenario yang sudah disusun rapih gagal total atau bahkan di tenggarai oknum perorangan. Sehingga tidak ada cara yang seimbang kecuali dengan melakukan lembaga DPR untuk melakukan penganuliran itu.
Padahal rakyat semua tahu, bahwa keputusan MK tersebut sangat mengikat. Apapun yang sudah menjadi amar putusan oleh MK, puas tidak puas harus menerimanya sebagai putusan final.
Sebab bila kita ngeyel, terlebih para elit politik yang seharusnya sudah paham tentang hal tersebut seharusnya bersikap taat hukum. Dan harus merespon dengan sikap lapang dada serta masih menjaga akal waras. Karena apa? Sebab pertaruhannya adalah demokrasi kita di masa depan.
Bukankah sistem demokrasi yang dibangun dengan susah payah dan berdarah-darah oleh perjuangan rakyat di pasca reformasi terasa menjadi sia-sia tidak berarti apa-apa dengan sikap pembangkangan yang dilakukan oleh DPR itu sendiri? Bukankah dengan melakukan pembangkangan terhadap keputusan MK yang dilakukan oleh Baleg DPR merupakan tindakan yang merobohkan sistem demokrasi itu sendiri?
Jujur saja, akal waras kita tidak bisa mencerna sikap pembangkangan oleh DPR. Sebab lembaga terhormat DPR seharusnya menerima dengan lapang dada dan mensuport keputusan MK. Apakah karena keputusan MK ini dianggap mengacaukan skenario politik para elit yang mendesain politik kooptasi terhadap semua potensi kritis dari rakyat?
Atau ada ketakutan dari “elit politik” yang sudah mencanangkan dua periode sebagaimana yang sudah kita dengar dari Tokoh Politik Fakhri Hamzah bahwa Presiden terpilih Prabowo Subianto harus dua periode? Dan ini di dorong oleh oknum personel di dalam elitnya itu sendiri.
Asumsi liar tersebut wajar saja muncul bila rakyat melihat sikap DPR yang membangkang dan menganulir keputusan MK. Semua orang sudah tahu semua partai politik yang menganulir itu merupakan koalisi gemuk dari penguasa dan berambisi untuk masuk kekuasaan.
Buat rakyat yang masih menjaga akal waras, keputusan MK wajib di kawal sebab disitu terdapat harapan kita sebagai rakyat dan tuan dari demokrasi. Kita Rakyat Tuannya demokrasi bukan jongos demokrasi. Mari kita Kawal Keputusan MK agar anak cucu kita berhak juga menjadi Bupati Walikota Gubernur dan Presiden. Dari Banten bersuara untuk berpihak mengawal putusan MK agak di ikuti seluruh Provinsi yang ada di Indonesia.