SERANG-Tempat wisata akhirnya diizinkan buka. Sesuai instruksi Gubernur Banten, khusus di wilayah minimal zona kuning kasus Covid-19 yang boleh buka. Tempat wisata di zona oranye dan merah tetap harus tutup. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Serang menuding pengelola wisata pantai umum menjadi penyebab ditutupnya seluruh tempat wisata di kawasan Anyer dan Cinangka.
Pasalnya, pengelola wisata pantai umum tersebut tidak mempunyai manajemen pengelolaan wisata. Serta protokol kesehatan (prokes) banyak yang tidak diterapkan. Sehingga, pihaknya pun terkena imbas dari penutupan seluruh tempat wisata di kawasan Anyer dan Cinangka oleh Gubernur Banten. Banyak tamu hotel yang sudah memesan kamar akhirnya, membatalkannya. Hal itu menyebabkan, kerugian besar bagi pengelola hotel.
“Kami ada aturan manajemennya, kalau soal prokes kami sudah melakukannya jauh-jauh hari. Namun, yang kami sayangkan selama ini kan destinasi wisata umum. Ya, namanya juga destinasi wisata umum itu kan mereka tidak punya manajemen dan itu merusak citra PHRI, merusak citra kawasan wisata kita,” kata Ketua BPC PHRI Kabupaten Serang Sukarjo kepada wartawan Tangerang Ekspres di Hotel Nuansa Bali Anyer, Sabtu (22/5).
Sukarjo mengatakan, penutupan seluruh tempat wisata di kawasan Anyer dan Cinangka dikarenakan adanya pelanggaran prokes dari pengunjung di wisata umum. Bukan pelanggaran dari pihak perhotelan. Menurutnya, pemerintah tidak pernah menyalahkan pelanggaran prokes tersebut ke PHRI. “Pelanggaran itu ditunjukan ke tempat wisata umum yang melanggar prokes, bukan ke kita. Karena, pemerintah pun tidak pernah menyalahkan penyelenggaraan wisata yang terhimpun di PHRI. Sehingga, membuat tamu-tamu hotel sudah banyak yang boking jauh-jauh hari akhirnya dampaknya dibatalkan,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, kawasan destinasi wisata umum harus diberikan pembinaan serta diberikan edukasi terkait prokes yang baik dan benar. Agar, dapat meyakinkan kepada calon-calon wisatawan destinasi wisata pantai terbuka aman dan terbebas dari Covid-19. “Harapan kita mereka harus ada pembinaan, mereka harus diedukasi. Kami di PHRI yang wisata terbukanya dekat dengan kami, ya kami mencoba edukasi mereka bagaimana prokes harus dijalankan. Begitu juga kami, semua karyawan dan tamu hotel harus menjalankan prokes, dan kami juga melakukan penyemprotan desinfektan dalam seminggu tiga kali secara mandiri,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, pengelola pantai Pasir Putih Sirih Asep mengatakan, tudingan yang dilontarkan PHRI menurutnya salah besar. Karena tidak semua pantai yang tidak memiliki manajemen prokes. Namun, disisi lain dirinya juga membenarkan atas tudingan tersebut. Karena menurutnya masih banyak pengelola wisata pantai dari Anyer sampai Cinangka yang tidak memiliki manajemen prokes.
“Di sisi lain saya tidak terima dengan tudingan itu. Tapi di sisi lain juga saya membenarkan, karena masih banyak pengelola wisata yang tidak ada manajemen prokesnya. Bisa kehitung wisata yang ada manajemennya dari Anyer sampai Cinangka. Tapi lebih banyak yang tidak termenej, makanya mungkin PHRI merasa kecewanya seperti itu, karena meledaknya pengunjung dan tidak dibatasi,” katanya.
Ia mengatakan, ada salah satu pantai di pinggir Hotel Marbella memang tidak menerapkan manajemen prokes. Pasalnya, pihak pengelola pantai tersebut memanfaatkan jalan setapak yang sejatinya dikhususkan untuk para nelayan. Namun, dijadikan jalan menuju tempat wisata oleh pengelola pantai tersebut.
“Pantai-pantai di pinggir hotel Marbella itu kan para pengunjungnya parkir di luar pantai atau di pinggir jalanan. Mereka itu memanfaatkan jalur setapak khusus untuk nelayan untuk membuka tempat destinasi wisata. Sehingga para pengunjung itu lah masuk lewat situ,” ujarnya.
Asep juga mengatakan, kalau PHRI menganggap pihaknya tidak ada manajemen prokes, itu salah. Ia merasa telah memberlakukan penerapan prokes dari awal pemerintah pertama kali memberlakukan penerapan prokes.
“Kita menerapkan prokes dengan ketat. Terbukti kita ada alat pengukur suhu, lalu bagi wisatawan yang berkunjung wajib menggunakan masker, jika tidak kami larang mereka masuk. Kemudian, kami juga selalu membagikan masker wisatawan yang maskernya kotor. Kalau dianggap kami tidak ada manajemen itu salah, mungkin kata saya tadi di pantai-pantai terbuka lain yang tidak diawasi. Akhirnya terjadi banyak kerumunan, kapasitas pengunjung yang meledak, mungkin itu,” tuturnya. (mg-7)