Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi Pendidik dan Tenaga Pendidikan (PTK) non-PNS di Lingkungan Kemdikbud Tahun 2020. Bantuan diberikan kepada sekitar 2 juta penerima dengan besaran bantuan yang diberikan adalah Rp1,8 juta untuk masing-masing penerima.
Sebagaimana disampaikan Mendikbud Nadiem Makarim dalam peluncuran BSU tersebut secara daring, Selasa (17/11), bantuan tersebut diberikan untuk membantu para ujung tombak pendidikan tersebut yang terdampak akibat adanya pandemi COVID-19.
“Salah satu hal kenapa pemerintah melakukan bantuan subsidi upah adalah untuk membantu ujung tombak pendidikan kita di berbagai macam sekolah kita yang sudah berjasa untuk membantu pendidikan anak-anak kita, tapi mungkin di situasi seperti pandemi ini ada berbagai macam gejolak, bukan saja di bidang pembelajaran tetap juga bidang ekonomi,” ujarnya
Total anggaran untuk BSU adalah sekitar Rp3,67 triliun, yang diberikan kepada 2.034.732 orang pendidik dan tenaga kependidikan yang berstatus non-PNS, yang terdiri dari guru, dosen, guru yang diberi tugas sebagai kepala sekolah, pendidik PAUD, dan pendidik kesetaraan. BSU diberikan juga kepada tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga administrasi, dengan perincian:
– 162.277 dosen pada PTN dan PTS;
– 1.634.832 guru dan pendidik pada satuan pendidikan negeri dan swasta; dan
– 237.623 tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga administrasi.
Disampaikan Nadiem, persyaratan bagi PTK untuk menerima BSU sangat sederhana, yaitu:
1. Warga Negara Indonesia (WNI);
2. Berstatus bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS);
3. Memiliki penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan;
4. Tidak menerima Bantuan Subsidi Upah/Gaji dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker); dan
5. Tidak menerima Kartu Prakerja sampai dengan tanggal 1 Oktober 2020.
Alasan bantuan tidak diberikan kepada penerima BSU dari Kemnaker dan Kartu Prakerja, tutur Mendikbud, agar bantuan sosial yang diberikan pemerintah tersebut adil dan tidak tumpang-tindih.
“Tidak ada individu yang menerima bantuan berlimpah sehingga yang lain tidak mendapatkan. Ini merupakan suatu kriteria kami yang sangat sederhana sehingga semua bisa menerima dengan cepat dan efisien,” tuturnya.
Disampaikan Nadiem, BSU akan disalurkan secara bertahap sampai dengan akhir November 2020. Terkait mekanisme pencairan BSU, Kemendikbud telah membuat rekening-rekening baru di bank-bank untuk setiap PTK penerima BSU.
“Bagi para guru-guru dan dosen bisa mengakses infonya di info.gtk.kemdikbud.go.id, bisa mengakses di mana rekening mereka, apa persyaratan yang belum dipenuhi. Untuk yang perguruan tinggi di Pangkalan Data Dikti pddikti.kemdikbud.go.id untuk menemukan informasi terkait status pencairan dan lain-lain, rekening bank masing-masing, dan lokasi bank cabang,” ujarnya.
Jika berdasarkan informasi online tersebut data PTK sudah lengkap dan sudah dinyatakan bisa mencairkan dana tersebut di bank, ujar Nadiem, maka PTK perlu menyiapkan dokumen-dokumen untuk dibawa kepada bank penyalur. Dokumen yang harus dibawa, adalah:
– Kartu Tanda Penduduk (KTP);
– Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) jika ada, kalau tidak ada masih bisa menerima;
– Surat Keputusan Penerima BSU yang dapat diunduh dari website GTK dan PDDikti; dan
– Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang dapat diunduh dari website GTK dan PDDikti, diberi materai, dan ditandatangani.
“Semua kebutuhan, di luar KTP dan NPWP, itu ada di laman/website baik GTK maupun PDDikti,” ujarnya.
Setelah semua persyaratan lengkap, imbuhnya, PTK dapat mendatangi bank penyalur dan melakukan aktivasi rekening dan dapat langsung menerima BSU tersebut. “PTK diberikan waktu untuk mengaktifkan rekeningnya hingga tanggal 30 Juni 2021. Kita memberikan waktu yang sangat panjang untuk memastikan semuanya bisa mendapatkan (bantuan). Kalau misalkan ada kendala teknis ya cukup waktu untuk mendapatkannya,” ujar Nadiem.
Menutup penjelasannya, Mendikbud menyampaikan, BSU bagi PTK Non-PNS ini merupakan bentuk apresiasi pemerintah pusat untuk semua jasa PTK non-PNS yang ada di Indonesia. “Di masa krisis kesehatan ini dan krisis ekonomi ini, pemerintah harus hadir untuk para tenaga honorer kita dan juga dosen-dosen kita untuk membantu mereka melalui masa kritis ini dengan bantuan dukungan ekonomi yang bisa menyemangati mereka untuk terus mendidik anak-anak kita untuk terus berinovasi di bidang pendidikan,” pungkasnya. (UN)