TANGERANG-Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi wilayah Banten telah memasuki puncak musim hujan yang akan berlangsung hingga akhir Februari. Terkait kondisi tersebut, masyarakat diminta untuk waspada lantaran adanya potensi cuaca ekstrem yang dapat memicu terjadinya bencana alam.
Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Klas 1 Tangerang Urip Setiyono mengatakan, sebagian besar wilayah di Indonesia termasuk Banten telah memasuki puncak musim hujan. Kondisi itu diperkirakan akan berlangsung hingga Februari mendatang. “Untuk itu, BMKG terus meminta masyarakat dan seluruh pihak untuk tetap terus mewaspadai potensi cuaca ekstrem yang cenderung meningkat di dalam periode puncak musim hujan ini,” ujarnya, Rabu (20/1).
Urip menjelaskan, saat ini kondisi dinamika atmosfer yang tidak stabil dalam beberapa hari ke depan dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan awan hujan. Kondisi tersebut dipicu oleh menguatnya Monsun Asia yang ditandai dengan semakin kuatnya aliran angin lintas ekuator di Selat Karimata. Selanjutnya juga, diperkuat oleh pengaruh hadirnya gelombang atmosfer ekuatorial tropis madden julian oscillation (MJO) dan gelombang rossby yang saat ini aktif di wilayah Indonesia.
Kehadiran MJO tersebut dapat bersuperposisi dengan penguatan Monsun Asia. Kondisi itu dapat pula disertai munculnya fenomena seruakan dingin atau cold surge di Laut Cina Selatan. “Selain itu, teramati beberapa sirkulasi siklonik di selatan Indonesia dan utara Australia yang menyebabkan terbentuknya belokan. Pertemuan dan perlambatan kecepatan angin atau konvergensi sehingga meningkatkan pertumbuhan gugus awan supersel yang berpotensi menimbulkan curah hujan tinggi,” ungkapnya.
Oleh karena itu, potensi cuaca ekstrem diprediksi dapat terjadi di sejumlah wilayah di Indoensia, termasuk Banten pada periode 18 hingga 24 Januari. Hal ini tentu perlu diwaspadai lantaran cuaca ekstrem tersebut sangat berpotensi menimbulkan dampak bencana hidrometeorologi. “Seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor yang dapat membahayakan bagi publik. Hujan lebat disertai kilat atau petir dan gelombang tinggi yang membahayakan pelayaran dan penerbangan,” tuturnya.
Lebih lanjut dipaparkan Urip, sebagai upaya mitigasi BMKG juga menyampaikan informasi potensi banjir kategori menengah hingga tinggi untuk 10 hari ke depan. Pihaknya melakukan analisis terintegrasi dari data BMKG, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Badan Informasi geospasial (BIG). “Perlu diwaspadai prediksi potensi banjir kategori menengah pada dasarian tiga atau sepuluh hari ketiga di Januari yaitu di wilayah Banten bagian selatan,” ujarnya.
Urip juga mengingatkan, masyarakat dan pengelola pelayaran untuk terus memonitor informasi BMKG. Selalu mewaspadai peringatan dini gelombang tinggi, khususnya pada 18 20 Januari. “Oleh karena itu, BMKG terus mengimbau masyarakat dan semua pihak yang terkait dengan sektor transportasi. Selalu tingkatkan kewaspadaannya terhadap cuaca signifikan atau potensi cuaca ekstrem yang masih dapat terjadi di puncak musim hujan ini,” katanya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Banten Nana Suryana mengimbau agar masyarakat tetap waspada terhadap potensi bencana banjir dan longsor, khususnya di daerah Banten selatan. Terkait hal itu, pihaknya secara rutin melakukan mitigasi kepada masyarakat di daerah rawan banjir dan longsor. “Secara struktural dari pusat hingga daerah sampai dengan RT/RW agar membantu sosialisasi. Diharapkan kepada warga pada musim hujan ini harus tetap waspada,” tuturnya.
Nana mengungkapkan, bencana yang terjadi beberapa waktu lalu di Banten harus dijadikan pelajaran. Di mana penanganan banjir harus dilakukan dari hulu, bukan hanya di hilir. “Kalau dari hilir kita evakuasi, kasih bantuan, buat dapur umum, tapi itu saja. Kalau dari hulu drainasenya dibenahi, tata ruangnya dibenahi, sedimentasinya dikeruk. Jadi kalau ada hujan datang enggak akan banjir,” jelasnya.
Sementara itu, masyarakat Pandeglang selatan diimbau untuk mewaspadai adanya gempa bumi tektonik. Sebab, wilayah selatan rawan gempa akibat bergeraknya lempeng Samudera Hindia hingga Indonesia-Australia. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pandeglang Surya Darmawan mengatakan, daerah selatan cukup rawan terkena guncangan gempa bumi. Masyarakat yang berada di daerah pesisir pantai harus tetap waspada.
“Sumber gempa memang ada di selatan, seperti Kecamatan Cikeusik, Cibitung, Sumur, Cibaliung, Panimbang, Munjul, Angsana, tapi tergantung getaran gempa, bisa saja Mandalawangi dan Pulosari yang daerah pegunungan terkena dampak gempa,” kata Surya, Rabu (20/1).
Dikatakan Surya, daerah Pandeglang sangat sering diterjang gempa bumi. Namun hanya berukuran kecil, tidak terlalu besar. “Jadi kenapa muncul gempa diakibatkan oleh pergeseran lempeng Samudera Hindia. Tapi, Alhamdulillah pergeseran lempeng itu lancar, tidak berpotensi mengakibatkan gempa besar,” ujarnya.
Dia mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap bencana gempa, terutama warga yang tinggal di pesisir pantai. “Masyarakat harus waspada ketika terjadi gempa, terutama keluar rumah. Sosialisasi sudah kita laksanakan secara terus menerus agar warga tidak panik dan waspada,” pesannya.
Surya menjelaskan, berdasarkan data terdapat 200 kali aktivitas gempa tektonik sepanjang tahun 2020. Untungnya, gempa tidak menimbulkan kerusakan apapun, hanya getaran dirasakan.
“Gempa yang terjadi dalam berbagai variasi magnitudo dan kedalaman. Tapi kecil gak besar, paling di bawah 3,4 sampai 5 magnitude,” jelasnya. Untuk mendeteksi terjadinya gempa, kata Surya, saat ini pemerintah daerah sudah memiliki alat aplikasi warning receiver sistem (WRS) bantuan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). “Alat pendeteksi gempa ini sangat penting karena Pandeglang masuk dalam kategori wilayah rawan gempa,” terangnya.
Sampai hari ke 21 tahun 2021, Indonesia telah diguncang 185 peristiwa bencana non-Covid-19 yang merenggut 166 korban jiwa. Mayoritas bencana hidrometeorologi atau bencana yang dipicu hujan dan cuaca. Catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebanyak 127 kejadian banjir terjadi di beberapa wilayah Tanah Air. Sedangkan tanah longsor terjadi 30 kali dan puting beliung 21 kali. Kejadian bencana lain yang tercatat yaitu gelombang pasang 5 kali kejadian dan gempa bumi 2 kali.
Meskipun banjir paling sering terjadi, gempa bumi paling banyak mengakibatkan korban jiwa hingga kini. Korban meninggal akibat gempa bumi berjumlah 91 jiwa, tanah longsor 41 jiwa dan banjir 34 jiwa. Sementara itu, hingga saat ini korban hilang dari peristiwa banjir sebanyak 8 orang dan gempa 3 orang. Demikian juga korban luka. Gempa bumi masih paling banyak mengakibatkan jumlah korban terbanyak. BNPB mencatat korban luka-luka akibat gempa bumi 1.172 jiwa, tanah longsor 26, puting beliung 7 dan banjir 5.
Sementara itu, total kerusakan fisik berupa rumah berjumlah 1.896 unit dengan tingkat kerusakan yang berbeda. BNPB mencatat rumah rusak berat 147 unit, rusak sedang 63 dan rusak ringan 1.686. Dari rumah rusak, jumlah kerusakan akibat gempa bumi, khususnya yang terjadi di Sulawesi Barat, masih dalam proses pendataan di lapangan.
Dari kategori rusak berat, tanah longsor masih menyebabkan kerusakan paling tinggi yaitu 45 unit. Disusul gelombang pasang atau abrasi 40, banjir 38 dan puting beliung 24.
Bencana juga mengakibatkan kerusakan fasilitas publik. Dari sejumlah kejadian bencana, kerusakan pada fasilitas penduduk berjumlah 18 unit, rumah ibadah 15, kesehatan 3, kantor 2 dan jembatan 25. Kerusakan fasilitas publik akibat gempa masih dalam pendataan.
Kapusdatinkom BNPB Raditya Jati mengingatkan agar masyarakat tetap waspada dan siaga. Terkait potensi bencana hidrometeorologi, BNPB meminta masyarakat untuk memperhatikan prakiraan cuaca yang diinformasikan oleh BMKG. Mengingat puncak musim hujan masih terjadi hingga Februari 2021. ”Potensi bahaya lain yaitu gempa bumi yang dapat terjadi setiap saat, seperti yang terjadi di Provinsi Sulawesi Barat. Di samping itu, ancaman bahaya lain yaitu pandemi Covid-19 yang masih terus terjadi penularan di tengah masyarakat,” jelas Raditya.
Selain itu, persiapan keluarga dalam menghadapi sejumlah potensi bahaya tersebut juga harus diperhatikan. Diskusikan di antara keluarga terlebih dahulu mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko di sekitar daerah tempat tinggal.
”Masyarakat dapat memanfaatkan aplikasi, seperti InaRISK, Info BMKG, Magma Indonesia untuk mengetahui potensi bahaya dan risiko,” jelasnya. (brp/tau)