Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengeluarkan rilis mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia Triwulan III-2020. Disampaikan oleh Kepala BPS Suhariyanto dalam keterangan persnya, Kamis (5/10), di Jakarta, perekonomian Indonesia pada triwulan III-2020 mengalami kontraksi 3,49 persen (year-on-year/YoY). Namun, jika dibandingkan dengan triwulan II-2020 (quarter-to-quarter/QtQ), ekonomi Indonesia meningkat sebesar 5,05 persen.
Menanggapi rilis BPS tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah menunjukkan tren yang positif. Tren positif ini menandakan mulai pulihnya ekonomi Indonesia yang terkontraksi akibat tekanan pandemi COVID-19 ini.
“Kita sudah melewati rock bottom di Kuartal II kemarin, minus 5,32 (persen), dan di Kuartal III ini kita sudah mencapai tren positif di minus 3,49 (persen). Kita berharap nanti di Kuartal IV trennya positif, minus 1,6 (persen) atau 0,6 (persen),” kata Airlangga dalam keterangan pers, Kamis (5/11) sore, di Kantor Presiden, Jakarta.
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada Kuartal III juga naik, mencapai Rp3.895 triliun. Disampaikan Airlangga, berdasarkan data BPS, perbaikan ekonomi Indonesia didorong oleh perbaikan yang terjadi di sisi demand, di mana konsumsi rumah tangga sebagai kontributor utama mengalami perbaikan dengan pertumbuhan sebesar 4,70 persen (QtQ) atau minus 4,04 persen (YoY).
Ditambahkan Airlangga, secara kuartalan indikator lain yang juga tumbuh positif yaitu konsumsi LNPRT (Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga) sebesar 0,56 persen, konsumsi pemerintah 16,93 persen, PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) 8,45 persen, dan ekspor 12,14 persen. “Yang impor masih sedikit negatif, minus 0,08 persen,” ungkapnya.
Perbaikan juga terjadi dari sisi supply, di mana industri pengolahan dan sektor pertanian mengalami perbaikan dengan pertumbuhan kuartalan masing-masing sebesar 5,25 persen dan 1,01 persen. Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang juga tumbuh 8,30 persen. “Di sektor warehousing (pergudangan) itu melonjaknya tinggi, itu mendorong bahwa konsumsi sudah mulai membaik, yaitu 24,28 (persen). Demikian pula sektor yang terdampak besar, yang di Kuartal II itu negatif, yaitu (penyediaan) akomodasi dan makan minum yang tadinya minus 22 (persen), ini meloncat ke 14,79 (persen),” papar Menko Perekonomian.
Meskipun produksi dan daya beli masyarakat masih belum kembali ke level sebelum pandemi, sejumlah indikator ekonomi menunjukkan perbaikan perlahan seiring dengan mulai berjalannya aktivitas ekonomi. “PMI (Prompt Manufacturing Index-BI) kita sudah meningkat, kemudian penjualan kendaraan bermotor juga sudah lebih baik, kemudian penjualan retail juga meningkat, demikian pula Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dan bahan baku dan bahan penolong juga naik, menunjukkan bahwa aktivitas industri sudah mulai,” papar Airlangga. Ditambahkannya, sebagai sektor yang paling terdampak akibat pandemi, sektor pariwisata juga sudah mulai menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Tekanan utama juga berada pada lapangan kerja formal dan informal, dengan tingkat pengangguran masih sekitar 5 persen. Jumlah angkatan kerja baru di tahun 2020 sekitar 3 juta. “Itu 1,7 (juta) lulusan perguruan tinggi dan sekitar 1,3 (juta) lulusan SMK yang perlu dicarikan jalan keluar untuk penciptaan lapangan kerja. Ini salah satu yang didorong dalam Undang-Undang Cipta Kerja agar mereka bekerja dipermudah dan mereka untuk masuk di sektor usaha juga disimplifikasi,” ucap Airlangga.
Dikatakan oleh Airlangga, tren positif pertumbuhan ekonomi bisa dicapai dengan adanya kebijakan intervensi pemerintah dalam bentuk penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. “Pemerintah melakukan berbagai kegiatan dan termasuk mendorong stimulan daripada program ekonomi di mana stimulan itu kalau kita lihat sejak bulan Juli sampai bulan November itu terjadi peningkatan dari total anggaran Rp695 triliun per November Year To Date (YTD) sudah di-disburse atau dimanfaatkan sebesar Rp366,86 (triliun),” paparnya.
Harga komoditas ekspor utama Indonesia (kelapa sawit dan batu bara) juga mengalami peningkatan. Hal ini juga didukung dengan aktivitas manufaktur global yang ikut membaik. “Sebagai salah satu andalan ekspor, batu bara ini mendorong sektor pertanian untuk tumbuh selalu positif di dalam situasi pandemi COVID-19 ini,” ujarnya.
Aliran modal asing (capital inflow) kembali masuk ke Indonesia pasca penurunan signifikan di awal tahun 2020. “Capital inflow-nya meningkat dan tingkat yield obligasi kita juga yield-nya menurun dan demand terhadap bond kita cukup bagus, sehingga dengan demikian kita bisa mendorong perbaikan daripada capital inflow untuk meningkatkan investasi, baik investasi tidak langsung, portofolio, maupun nanti melalui investasi langsung,” tutup Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. (FID/DND/UN)