SERANG-Kalangan petani garam di Desa Domas Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang menolak kebijakan Pemerintah Pusat terkait rencana impor garam 3 juta ton pada tahun ini. Pasalnya, dalam dua tahun terakhir Provinsi Banten masih menyisakan 500 ton garam yang belum terserap sama sekali oleh pemerintah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Amrul Ketua Koprasi Garam Sinar Mutiara Provinsi Banten yang terletak di Desa Domas Kecamatan Pontang Kabupaten Serang saat dimintai keterangan oleh wartawan melalui telepon seluler, Minggu (21/3).
Dirinya menyebutkan bahwa, penyebab tidak terserapnya sisa 500 ton garam disebabkan oleh impor garam. Oleh karena itu, dirinya menganggap bahwa pemerintah pusat dalam hal ini kurang empati terhadap masyarakat khususnya para petani garam, sehingga dirinya menganggap percuma jika para petani garam terus menerus menghasilkan garam namun pemerintah pusat malah menginginkan impor garam.
“Kalau memang wacana itu terjadi, berarti mereka sudah tidak berpihak kepada rakyat khususnya petani garam, mereka berpihaknya hanya kepada cukong-cukong, impotir-importir. Padahal, pak Presiden sendiri barusan saja bilang benci produk impor, tapi nyatanya tidak sesuai dengan apa yang diucapkan, kami snagat menderita sekali khususnya petani garam,” katanya.
Ia juga mengatakan, dalam dua tahun terakhir pihaknya terus memproduksi garam dan setiap panennya bisa menghasilkan 100 ton garam perhektar dari 15 hektar di Desa Domas. Namun, dari hasil produksinya hanya dihargai Rp 500 perak per Kilogram (Kg).
“Harga normal keinginan kami itu Rp 1.200, tapi kalau seandainya sudah ke pabrik pengolahan. Pabrik pengolahan itu bisa menjual perkilo itu diatas Rp 5.000, kami itu ketimpangan sekali. Kami petani minta Rp 1.200 atau minimal Rp 1.000 aja tidak pernah terealisasi selama hampir dua tahun ini,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Serang Suhardjo mengatakan, pihaknya tidak menyetujui kebijakan impor garam dari Pemerintah Pusat. Akan tetapi, karena kebutuhan garam secara Nasional belum terpenuhi dan kebutuhan industri yang meningkay sehingga impor garam tidak bisa ditahan.
“Kalau mau protes kita juga tidak setuju, tapi karena kebutuhan kita belum terpenuhi secara Nasional karena kebutuhan Nasional itu hampir 3 juta ton, sedangkan produksi Nasional kita itu baru sekitar 2 juta ton, berarti kurang 1 juta ton, kita tidak bisa naham impor karena kita masih butuh dan produksi masih kurang,” katanya. (mg-7)
SERANG-Kalangan petani garam di Desa Domas Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang menolak kebijakan Pemerintah Pusat terkait rencana impor garam 3 juta ton pada tahun ini. Pasalnya, dalam dua tahun terakhir Provinsi Banten masih menyisakan 500 ton garam yang belum terserap sama sekali oleh pemerintah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Amrul Ketua Koprasi Garam Sinar Mutiara Provinsi Banten yang terletak di Desa Domas Kecamatan Pontang Kabupaten Serang saat dimintai keterangan oleh wartawan melalui telepon seluler, Minggu (21/3).
Dirinya menyebutkan bahwa, penyebab tidak terserapnya sisa 500 ton garam disebabkan oleh impor garam. Oleh karena itu, dirinya menganggap bahwa pemerintah pusat dalam hal ini kurang empati terhadap masyarakat khususnya para petani garam, sehingga dirinya menganggap percuma jika para petani garam terus menerus menghasilkan garam namun pemerintah pusat malah menginginkan impor garam.
“Kalau memang wacana itu terjadi, berarti mereka sudah tidak berpihak kepada rakyat khususnya petani garam, mereka berpihaknya hanya kepada cukong-cukong, impotir-importir. Padahal, pak Presiden sendiri barusan saja bilang benci produk impor, tapi nyatanya tidak sesuai dengan apa yang diucapkan, kami snagat menderita sekali khususnya petani garam,” katanya.
Ia juga mengatakan, dalam dua tahun terakhir pihaknya terus memproduksi garam dan setiap panennya bisa menghasilkan 100 ton garam perhektar dari 15 hektar di Desa Domas. Namun, dari hasil produksinya hanya dihargai Rp 500 perak per Kilogram (Kg).
“Harga normal keinginan kami itu Rp 1.200, tapi kalau seandainya sudah ke pabrik pengolahan. Pabrik pengolahan itu bisa menjual perkilo itu diatas Rp 5.000, kami itu ketimpangan sekali. Kami petani minta Rp 1.200 atau minimal Rp 1.000 aja tidak pernah terealisasi selama hampir dua tahun ini,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Serang Suhardjo mengatakan, pihaknya tidak menyetujui kebijakan impor garam dari Pemerintah Pusat. Akan tetapi, karena kebutuhan garam secara Nasional belum terpenuhi dan kebutuhan industri yang meningkay sehingga impor garam tidak bisa ditahan.
“Kalau mau protes kita juga tidak setuju, tapi karena kebutuhan kita belum terpenuhi secara Nasional karena kebutuhan Nasional itu hampir 3 juta ton, sedangkan produksi Nasional kita itu baru sekitar 2 juta ton, berarti kurang 1 juta ton, kita tidak bisa naham impor karena kita masih butuh dan produksi masih kurang,” katanya. (mg-7)