SERANG-Sebagian besar masyarakat di Indonesia masih memercayai, pawang hujan benar-benar bisa menahan turunnya hujan. Namun, tidak sedikit juga yang meragukan bahwa manusia bisa mengusir hujan.
Namun faktanya, khususnya warga Banten, keberadaan pawang hujan paling dicari saat akan mengadakan acara besar. Misalnya hajatan pernikahan, bos proyek yang sedang mengerjakan pengecoran jalan, dan panitia pemilihan kepala desa (pilkades).
Mereka percaya bahwa pawang hujan dengan ‘kesaktiannya’ bisa menahan turunnya hujan. Atau mengalihkan hujan dari satu tempat, ke tempat lain. Tidak jarang, saat ada kegiatan besar kemudian turun hujan, terdengar perkataan “pawang hujannya ketiduran, belum dikasih kopi dan lain sebagainnya”.
Ilham, salah satu pawang hujan yang berhasil diawawancara Banten Raya (grup Tangerang Ekspres) menceritakan pengalamannya selama menjadi pawang hujan. Warga Desa Kramatwatu, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang ini, mengaku sering dimintai tolong oleh warga untuk menahan hujan.
“Suka banyak yang minta tolong, tapi saya hanya nyareat (berupaya, dalam bahasa Jawa Serang) dan berdoa. Tapi semuanya dikembalikan kepada Allah,” ujar pria berusia 20 tahun ini saat dijumpai, Senin (22/2).
Mereka yang sering minta tolong agar hujan dialihkan berasal dari beragam profesi dan keperluan. Ada dariperusahaan yang sedang mengerjakan proyek. Mereka khawatir proyeknya gagal jika kehujanan. Adanya juga pengusaha yang mengerjakan pembangunan jalan, baik betonisasi maupun hotmik. “Kalau lagi ngecor jalan, tiba-tiba hujan kan fatal, dan pasti pemborong rugi besar,” katanya.
Namun yang paling sering meminta tolong yakni mereka yang akan mengadakan resepsi pernikahan. Terutama yang menggelar resepsinya saat musim hujan.
“Kalau menahan hujan saya enggak bisa, paling mengalihkan saja. Makanya sering di tempat yang ada acara enggak hujan. Tapi di tempat lain yang masih berdekatan hujan deras,” tuturnya.
Pria yang sejak SD sudah mempelajari ilmu pawang hujan dari kakeknya itu mengaku, tidak jarang upayanya untuk mengalihkan hujan juga gagal. “Sering (gagal). Kita sudah nyare’at tetap hujan, tapi biasanya enggak lama, paling lima menit dan itu pun hujannya enggak deras, setelah itu terang lagi,” ungkapnya.
Ilham mengungkapkan, dalam melaksanakan tugasnya itu sering menggunakan media atau sarana. Tumbuh-tumbuhan dan menggaris sekeliling tempat digelarnya acara. “Kalau yang pakai sarana tumbuh-tumbuhan, kalau orang hajatan biasanya saya naruhnya di tungku tempat masak,” katanya.
Ilham mengaku, tidak pernah memberikan tarif kepada warga yang datang meminta tolong kepadanya. “Kalau ngasih saya terima, kalau enggak juga saya ikhlas membantu orang yang minta tolong ke saya. Kadang saya cukup berdoa dari rumah, kadang langsung datang ke lokasi. Yang minta tolong di Banten sudah banyak,” ucapnya.
Kemampunya sebagai pawang hujan itu ternyata banyak menarik perhatian orang untuk mempelajari ilmu yang dimilikinnya. “Banyak yang datang untuk belajar, bahkan ada yang dari Jawa Timur dan Jawa Tengah yang datang. Saya enggak tahu mereka tahu dari mana. Ada yang bilang katanya tahu lewat mimpi,” tuturnya.
Ia menegaskan, bahwa semua usahanya mengalihkan hujan atas seizin Allah. Karena ia hanya memohon melaui doa-doa atau jampi-jampi yang dimilikinnya. “Saya hanya menjaga amanat (ilmu pawang hujan) dari kakek saya yang diwariskan secara turun temurun. Dulu belajarnya biasa, harus puasa juga,” ujarnya.
Camat Cipocok Jaya Kota Serang Tb Yassin saat diwawancara mengaku pernah beberapa kali menggunakan jasa pawang hujan. Baik untuk acara keluarga maupun acara di lingkungan perumahannya. Menurutnya, menggunakan jasa pawang hujan sebagai salah satu ikhtiar atau nyare’at agar acara berjalan lancar tanpa ada hujan turun.
“Ya itukan kita nyare’at aja, kalau keputusannya kan bagaimana Allah. Saya pernah pakai jasa pawang hujan untuk pernikahan adik saya dan acara PHBI di lingkungan rumah saya,” kata Yassin, ditemui di ruang kerjanya, Kecamatan Cipocok Jaya, Senin (22/2).
Sekali memakai jasa pawang hujan, Yassin biasanya merogoh kocek mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu. Namun, nominal tersebut ia berikan secara sukarela karena dari pihak pawang tidak pernah menetapkan tarif. Untuk ritual, biasanya ia memberikan rokok yang biasa diisap oleh keluarga atau panitia acara kepada si pawang untuk didoakan. Sehingga ketika diisap terasa hambar dan asam.
“Tapi ada juga yang menggunakan ritual garam yang dibakar dan terus menjaga api yang digunakan untuk membakar agar tidak padam,” jelas dia. (brp)
SERANG-Sebagian besar masyarakat di Indonesia masih memercayai, pawang hujan benar-benar bisa menahan turunnya hujan. Namun, tidak sedikit juga yang meragukan bahwa manusia bisa mengusir hujan.
Namun faktanya, khususnya warga Banten, keberadaan pawang hujan paling dicari saat akan mengadakan acara besar. Misalnya hajatan pernikahan, bos proyek yang sedang mengerjakan pengecoran jalan, dan panitia pemilihan kepala desa (pilkades).
Mereka percaya bahwa pawang hujan dengan ‘kesaktiannya’ bisa menahan turunnya hujan. Atau mengalihkan hujan dari satu tempat, ke tempat lain. Tidak jarang, saat ada kegiatan besar kemudian turun hujan, terdengar perkataan “pawang hujannya ketiduran, belum dikasih kopi dan lain sebagainnya”.
Ilham, salah satu pawang hujan yang berhasil diawawancara Banten Raya (grup Tangerang Ekspres) menceritakan pengalamannya selama menjadi pawang hujan. Warga Desa Kramatwatu, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang ini, mengaku sering dimintai tolong oleh warga untuk menahan hujan.
“Suka banyak yang minta tolong, tapi saya hanya nyareat (berupaya, dalam bahasa Jawa Serang) dan berdoa. Tapi semuanya dikembalikan kepada Allah,” ujar pria berusia 20 tahun ini saat dijumpai, Senin (22/2).
Mereka yang sering minta tolong agar hujan dialihkan berasal dari beragam profesi dan keperluan. Ada dariperusahaan yang sedang mengerjakan proyek. Mereka khawatir proyeknya gagal jika kehujanan. Adanya juga pengusaha yang mengerjakan pembangunan jalan, baik betonisasi maupun hotmik. “Kalau lagi ngecor jalan, tiba-tiba hujan kan fatal, dan pasti pemborong rugi besar,” katanya.
Namun yang paling sering meminta tolong yakni mereka yang akan mengadakan resepsi pernikahan. Terutama yang menggelar resepsinya saat musim hujan.
“Kalau menahan hujan saya enggak bisa, paling mengalihkan saja. Makanya sering di tempat yang ada acara enggak hujan. Tapi di tempat lain yang masih berdekatan hujan deras,” tuturnya.
Pria yang sejak SD sudah mempelajari ilmu pawang hujan dari kakeknya itu mengaku, tidak jarang upayanya untuk mengalihkan hujan juga gagal. “Sering (gagal). Kita sudah nyare’at tetap hujan, tapi biasanya enggak lama, paling lima menit dan itu pun hujannya enggak deras, setelah itu terang lagi,” ungkapnya.
Ilham mengungkapkan, dalam melaksanakan tugasnya itu sering menggunakan media atau sarana. Tumbuh-tumbuhan dan menggaris sekeliling tempat digelarnya acara. “Kalau yang pakai sarana tumbuh-tumbuhan, kalau orang hajatan biasanya saya naruhnya di tungku tempat masak,” katanya.
Ilham mengaku, tidak pernah memberikan tarif kepada warga yang datang meminta tolong kepadanya. “Kalau ngasih saya terima, kalau enggak juga saya ikhlas membantu orang yang minta tolong ke saya. Kadang saya cukup berdoa dari rumah, kadang langsung datang ke lokasi. Yang minta tolong di Banten sudah banyak,” ucapnya.
Kemampunya sebagai pawang hujan itu ternyata banyak menarik perhatian orang untuk mempelajari ilmu yang dimilikinnya. “Banyak yang datang untuk belajar, bahkan ada yang dari Jawa Timur dan Jawa Tengah yang datang. Saya enggak tahu mereka tahu dari mana. Ada yang bilang katanya tahu lewat mimpi,” tuturnya.
Ia menegaskan, bahwa semua usahanya mengalihkan hujan atas seizin Allah. Karena ia hanya memohon melaui doa-doa atau jampi-jampi yang dimilikinnya. “Saya hanya menjaga amanat (ilmu pawang hujan) dari kakek saya yang diwariskan secara turun temurun. Dulu belajarnya biasa, harus puasa juga,” ujarnya.
Camat Cipocok Jaya Kota Serang Tb Yassin saat diwawancara mengaku pernah beberapa kali menggunakan jasa pawang hujan. Baik untuk acara keluarga maupun acara di lingkungan perumahannya. Menurutnya, menggunakan jasa pawang hujan sebagai salah satu ikhtiar atau nyare’at agar acara berjalan lancar tanpa ada hujan turun.
“Ya itukan kita nyare’at aja, kalau keputusannya kan bagaimana Allah. Saya pernah pakai jasa pawang hujan untuk pernikahan adik saya dan acara PHBI di lingkungan rumah saya,” kata Yassin, ditemui di ruang kerjanya, Kecamatan Cipocok Jaya, Senin (22/2).
Sekali memakai jasa pawang hujan, Yassin biasanya merogoh kocek mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu. Namun, nominal tersebut ia berikan secara sukarela karena dari pihak pawang tidak pernah menetapkan tarif. Untuk ritual, biasanya ia memberikan rokok yang biasa diisap oleh keluarga atau panitia acara kepada si pawang untuk didoakan. Sehingga ketika diisap terasa hambar dan asam.
“Tapi ada juga yang menggunakan ritual garam yang dibakar dan terus menjaga api yang digunakan untuk membakar agar tidak padam,” jelas dia. (brp)