Di masa pandemi COVID-19, neraca perdagangan Indonesia tetap menunjukkan kinerja yang baik. Surplus perdagangan Indonesia memiliki tren yang meningkat pada periode Mei—September. Bahkan, ekspor sejumlah komoditas bukan hanya bertahan, tetapi semakin melejit.
“Secara kumulatif, neraca dagang Januari—September 2020 mencapai US$13,5 miliar. Nilai tersebut melampaui neraca perdagangan Indonesia secara keseluruhan pada 2017 dan merupakan capaian tertinggi sejak 2012. Beberapa komoditas juga tumbuh positif selama pandemi ini, antara lain barang tekstil jadi lainnya, besi dan baja, serta logam mulia/perhiasan,” ujar Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam keterangan pers update Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Senin (9/11).
Mendag menambahkan, komoditas ekspor Indonesia lainnya yang juga tumbuh adalah alat pelindung diri (APD). Nilai ekspor APD, termasuk masker, di masa pandemi ini telah mencapai US$192,5 juta.
“Kami yakin nilai tersebut akan terus meningkat. Tidak hanya hingga akhir 2020, namun sampai beberapa tahun ke depan. Hal ini disebabkan tingginya kasus positif COVID-19 di sejumlah negara. Selain itu, penerapan protokol kesehatan yang ketat di seluruh dunia juga menciptakan peluang cukup besar untuk produk APD Indonesia,” jelasnya.
Sementara, untuk bulan September 2020, beberapa komoditas utama ekspor nonmigas Indonesia yang mengalami kenaikan adalah besi dan baja, lemak dan minyak hewan/nabati, kendaraan dan bagiannya, mesin dan perlengkapan elektrik, plastik dan barang dari plastik, serta beberapa komoditas sektor pertanian dan industri.
Menurutnya, peningkatan nilai ekspor besi dan baja disebabkan meningkatnya permintaan dari Tiongkok dan Malaysia karena mulai pulihnya industri dalam negeri di kedua negara. Sementara, peningkatan ekspor produk lemak dan minyak hewan/nabati diakibatkan naiknya harga minyak kelapa sawit di pasar internasional dan naiknya permintaan dari Tiongkok dan India.
Di masa pandemi ini, Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang masih menjadi negara utama tujuan ekspor nonmigas Indonesia. Untuk periode Januari—September 2020, nilai ekspor nonmigas ke beberapa negara justru mengalami kenaikan, yaitu ke Tiongkok (naik 11 persen), Amerika Serikat (2,9 persen), Swiss (228,1 persen), Australia (13,4 persen), Pakistan (13 persen), dan Italia (1,2 persen).
Untuk mendorong ekspor, Kementerian Perdagangan juga terus melakukan berbagai kegiatan promosi selama masa pandemi. “Beberapa upaya promosi yang dilakukan antara lain fasilitasi penjajakan kesepakatan dagang (business matching) secara virtual melalui 46 perwakilan perdagangan di 31 negara, penyelenggaraan Trade Expo Indonesia Virtual Exhibition (TEI-VE) pada 10—16 November 2020, dan mengikuti Expo 2020 Dubai pada 1 Oktober 2021—1 Maret 2022,” jelas Mendag.
Selain itu, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga menjadi perhatian utama Kementerian Perdagangan. Agar pelaku UMKM dapat bertahan, Kemendag telah melakukan berbagai langkah strategis. Di antaranya dengan mendorong program percepatan ekonomi lokal untuk sektor UMKM melalui program Bangga Buatan Indonesia (BBI) bersama kementerian/lembaga terkait. Target BBI untuk 2 juta UMKM ke platform digital pun sudah tercapai pada September lalu.
Melalui program BBI, Kemendag telah membuka akses pasar melalui perdagangan daring melalui penerbitan Permendag No. 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Kemendag juga melakukan promosi produk pernik-pernik unik Indonesia, meluncurkan situs https://bbi.kemendag.go.id/ yang berisi panduan untuk UMKM masuk ke platfom digital, dan juga menyelenggarakan kegiatan In Store Promotion dengan mengajak lebih dari 100 UMKM binaan Kemendag untuk mengembangkan pasarnya ke mal.
“Semoga, berbagai upaya dan program Kemendag, selain dapat membantu para pelaku usaha untuk bertahan, juga mampu mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional,” pungkasnya. (HUMAS KEMENDAG/UN)