Pada 1 Juli 2020 lalu, Bank Dunia mengumumkan bahwa pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) per kapita Indonesia naik dari posisi sebelumnya $3.840 menjadi $4.050. Dengan demikian, Indonesia kini dikategorikan sebagai negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income country) dari sebelumnya negara berpenghasilan menengah bawah (lower middle income country).
Saat menyampaikan sambutannya pada peresmian pembukaan konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) tahun 2020 yang digelar secara virtual, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa capaian kenaikan status Indonesia tersebut patut disyukuri oleh seluruh bangsa.
“Capaian ini patut kita syukuri bahwa kita berjalan ke arah yang benar, bahwa kita harus terus melangkah maju menuju ke negara berpenghasilan tinggi. Dengan mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Presiden Jokowi dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu, 4 Juli 2020.
Meski demikian, Presiden memandang bahwa menjadi negara berpenghasilan tinggi bukanlah hal yang mudah. Hal tersebut terlihat dari banyaknya negara-negara dunia ketiga yang sudah puluhan tahun bahkan mendekati satu abad hanya berhenti sebagai negara berpenghasilan menengah, atau terjebak pada middle income trap.
“Itulah yang tidak kita inginkan. Pertanyaannya, apakah kita mempunyai peluang untuk keluar dari middle income trap? Saya jawab tegas, kita punya potensi besar. Kita punya peluang besar untuk melewati middle income trap. Kita punya peluang besar untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi,” tegasnya.
Kepala Negara melanjutkan, untuk mencapai hal tersebut tentu dibutuhkan prasyarat. Beberapa di antaranya yaitu infrastruktur yang efisien yang mulai dibangun oleh pemerintah, dan cara kerja cepat yang kompetitif dan berorientasi pada hasil. Untuk itu, perlu diupayakan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul, produktif, inovatif, dan kompetitif.
“Di sinilah posisi strategisnya pendidikan tinggi, yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, mencetak generasi muda yang produktif dan kompetitif yang selalu berjuang untuk kemanusiaan dan untuk kemajuan Indonesia,” imbuhnya.
Tugas mulia pendidikan tinggi tersebut tentu tidak bisa dilakukan dengan cara yang biasa-biasa saja. Menurut Presiden, sudah sepatutnya dunia pendidikan tinggi mengembangkan cara dan strategi baru yang smart-short-cut dan out of the box, sehingga tidak hanya disibukkan dengan urusan administrasi semata.
Presiden menyadari bahwa permasalahan pendidikan tinggi sangat kompleks. Ribuan anggota FRI juga memiliki kemampuan yang bervariasi, dari yang sudah berkompetisi di tingkat dunia, hingga yang masih berjuang dengan masalah kekurangan dosen, perpustakaan tidak layak, dan kelas yang tidak memadai. Justru karena itulah, Presiden berpandangan bahwa cara-cara yang luar biasa harus terus dikembangkan.
“Pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran berharga bagi kita. Krisis telah memaksa kita untuk mengembangkan cara-cara baru. Membangun norma-norma baru membangun standar kebaikan dan kepantasan yang baru,” jelasnya.
“Kuliah daring yang selama ini sangat lamban dijalankan sekarang sangat berkembang. Kuliah daring telah menjadi new normal bahkan menjadi next normal. Dan saya yakin akan tumbuh normalitas-normalitas baru yang lebih inovatif dan lebih produktif,” tandasnya.